Tag Archive: Research


Aku baru saja mengikuti Journal Club and Weekly Discussion (JCWD) yang diadakan oleh laboratorium “Host Defense Response (Seitai)”, tempat dimana aku akan menuntut ilmu dan melaksanakan penelitian selama kurang lebih tiga tahun. Acara ini wajib untuk diikuti oleh setiap personel laboratorium termasuk Assistant Professor, Associate Professor, dan Professor. Sebenarnya sudah semenjak Oktober tahun lalu aku menghadiri acara ini, namun baru kali ini hatiku tergerak untuk membicarakannya.

Pada setiap sesi JCWD, dua personel laboratorium akan bertindak sebagai pembicara. Salah seorang dari mereka akan mempresentasikan penelitian yang sedang ia kerjakan, kita sebut Research Presentation (RP), dan seorangnya lagi akan mengupas isi artikel ilmiah di bidang Life Sciences yang sedang hangat dibicarakan di tingkat internasional, kita sebut Journal Club (JC). Pada kesempatan kali ini, RP dibawakan oleh sang Associate Professor, Akiko Hirayama Shiratsuchi. Tema penelitian yang beliau usung sangat menarik, yaitu mengenai host-pathogen interaction. Tapi, tanpa mengurangi rasa hormat kepada pembawa, aku tidak akan bicara lebih detil mengenai RP pada sesi kali ini. Bukan karena tidak ingin berbagi tapi semata-mata untuk menjaga privasi laboratorium sebelum hasil penelitian tersebut dipublikasikan. 🙂

Actually, yang ingin aku bicarakan adalah mengenai tema JC minggu ini, yang dibawakan oleh Professor Yoshinobu Nakanishi, professor di laboratorium kami yang juga sekaligus bertindak sebagai supervisorku. Tema yang diangkat sangat menarik. Beliau berbicara mengenai teknologi Genome Editing menggunakan TALENs (Transcription Activator-Like Effector Nucleases). Tema ini diangkat oleh Nature Review of Molecular Cell Biology Vol.14 January 2013 (http://www.nature.com/nrm/journal/v14/n1/full/nrm3486.html) dan Majalah Science Vol. 338 no. 6113 pp. 1408-1411 (http://www.sciencemag.org/content/338/6113/1408.summary?sid=70d218cf-4758-4fcd-ab57-03c7c764d635). Saat ini, TALENs mulai digunakan secara luas di bidang penyuntingan genome (genome editing) dan pengembangan sel atau hewan uji yang tidak memiliki (knock-out) atau justru memiliki (knock-in) gen tertentu. Nampaknya, protein rekombinan ini disinyalir memiliki kemampuan yang setara atau bahkan lebih hebat dari teknologi Zinc Finger Nucleases (ZFNs). Beberapa peneliti bahkan meramalkan bahwa teknologi ini akan menggantikan posisi ZFNs dalam bidang rekayasa genetika, semata-mata karena TALENs dapat dibuat sendiri atau diperoleh dengan harga yang lebih murah sebab hingga saat ini produk ini belum dipatenkan oleh pihak manapun, berbeda dengan teknologi ZFNs yang telah dipatenkan oleh Sangamo Biosciences (Richmond, California).

Pengembangan engineered TALEs, sebagai komponen dasar TALENs,  pada awalnya terinspirasi dari native protein TALE yang dimiliki oleh Xanthomonas, spesies bakteri yang menyebabkan kerusakan pada berbagai jenis produk tanaman (kurang lebih 350 spesies tanaman). Bonas et al. (Science, 2007) melaporkan bahwa bakteri ini menggunakan TALE-nya untuk mengambil alih kendali gen host yang bertanggung jawab dalam pengaturan ukuran sel, mengakibatkan sel berkembang menjadi semakin besar tanpa bisa dikendalikan. Saat itu, tak ada seorang pun yang menyangka bahwa protein dari bakteri yang dianggap hama tanaman tersebut akan memiliki andil besar dalam teknologi rekayasa genetika di abad ini. Tim Jens Boch dan tim Adam Bogdanove -lah yang berjasa memperkenalkan kehandalan protein ini setelah mengeksplorasi lebih lanjut struktur dan mekanisme TALE dari Xanthomonas tersebut.

Komponen dasar TALENs sebenarnya cukup sederhana, sebuah protein TALE yang di-kopling dengan nuklease. Protein TALE memiliki struktur berupa 17 domain berulang yang saling terkait satu sama lain (17-tandem repeats domain) dengan tiap repeat terdiri atas kurang lebih 34 asam amino dengan sekuens yang hampir selalu sama. Dari 34 asam amino di tiap repeat, dua asam amino yaitu pada posisi 12 dan 13, disebut repetitive variable di-residues (RVDs), akan menentukan spesifisitas sekuens DNA target. Misalnya, jika pada RVD repeat 1 berturut-turut adalah asam amino histidin dan asam aspartat maka repeat 1 akan menempel pada basa sitosin (C). Selanjutnya, jika asparagin dan glisin merupakan asam amino pada RVD repeat 2, maka repeat 2 akan menempel pada basa timin (T) (Gambar 1). Dengan demikian, dari 17-tandem repeats domain, repeat 1 dan 2 akan menempel pada sekuens DNA C dan T berturut-turut. Kejadian yang sama akan terjadi sampai seluruh repeat menempel pada sekuens DNA target. Pada saat TALE telah menempel pada sekuens DNA target, nuklease yang ter-kopling pada TALE akan melakukan aktivitasnya (sesuai dengan yang kita inginkan), misalnya apakah kita ingin memutuskan sekuens DNA target melalui double strand breaks (DSB) untuk mempromosikan knock-out gene atau sebaliknya memasukkan template DNA donor ke dalam situs DSB untuk mempromosikan knock-in gene via mekanisme non-homologues end joining (NHEJ) atau via homologues recombination (HR). Struktur sebuah TALEN dapat dilihat pada gambar 2.

TALE

Gambar 1. Struktur TALE

NG, HD, NI, NN = sekuens asam amino pada posisi RVD (N=Asparagin, G=Glisin, H=Histidin, D=Asam aspartat, N=Asparagin, dan I=Isoleusin)

TALEN structure

Gambar 2. Struktur TALEN

Konstruksi TALE yang sederhana inilah yang membuat para ilmuwan di bidang Life Sciences terpukau. Sampai sekarang pun mereka masih sulit mempercayainya. How could something so simple be so powerful? Bagi kita yang beragama dan punya keyakinan akan kekuasaan Tuhan, mungkin pertanyaan ini sudah memiliki jawaban.. 🙂

Bagi yang tertarik untuk mempelajari TALEN lebih lanjut, artikel berikut ini mungkin berguna.

– NATURE Protocols http://www.nature.com/nprot/journal/v7/n1/pdf/nprot.2011.431.pdf (FREE)

– NATURE Protocols http://www.nature.com/nprot/journal/v7/n1/pdf/nprot.2011.431.pdf (FREE)

– NATURE Methods http://www.nature.com/nmeth/journal/v9/n1/pdf/nmeth.1807.pdf (FREE)

– NATURE Methods http://www.nature.com/nmeth/journal/v9/n11/pdf/nmeth.2220.pdf (FREE)

– Science Magazine http://www.sciencemag.org/content/333/6051/1843.short

– NATURE Biotechnology http://www.nature.com/nbt/journal/v29/n2/full/nbt.1755.html

NATURE Biotechnology http://www.nature.com/nbt/journal/v29/n2/full/nbt.1775.html

Atau bisa juga mengunjungi website TALeffector (http://taleffectors.com/) dan TALengineering (http://www.talengineering.org/index.htm) untuk informasi lebih lanjut.

Photo credit (TALeffectors.com)

Research experiences:

1. Development of Quantitative Real Time PCR Assay and High Resolution Melt Analysis for the Detection and the Characterisation of Chelonid Fibropapilloma-Associated Herpesvirus (CFPHV) in Australia

2. Molecular Epidemiology of CFPHV in Australia (Based on the Sequence Variation of Glycoprotein B Gene)

Kedua penelitian tersebut dilaksanakan di School of Veterinary and Biomedical Sciences, James Cook University, Australia, di bawah bimbingan Dr. Ellen Ariel (Supervisor) dan Dr. Graham Burgess (Co-supervisor), bekerjasama dengan Great Barrier Reef Marine Park Authority (GBRMPA) Australia, Queensland Department of Environment and Resource Management (DERM), dan Sabrina Trocini (PhD Candidate dari Murdoch University, Western Australia).

3. Development of Quantitative Real Time PCR Assay for the Detection of Chelonid Fibropapilloma-Associated Herpesvirus (CFPHV) using Three Different Diagnostics Primers (dimulai 15 Agustus 2011), bekerjasama dengan Prof. Mathias Ackermann (Full Professor for Virology and Director of the Institute for Virology at the Veterinary Faculty, University of Zurich).

Genes Examined During the Study: Sialyltransferase and UL35 Genes

4. Role For Apoptosis-Dependent Phagocytosis of Virus-Infected Cells in Antiviral Immunity of Drosophila. Penelitian ini dilaksanakan sebagai bagian dari riset doktoral di Graduate School of Medical Sciences, Division of Pharmaceutical Sciences, Kanazawa University, Japan, di bawah supervisi dari Prof. Yoshinobu Nakanishi.

 

Publications and International Functions

Nainu, F., 2012, The impact of immunosenescence on immune responses: A challenge on influenza vaccination in the elderly, M. Farm. Farmakol., Vol. 16 No. 1 (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=29872&val=2174&title=THE%20IMPACT%20OF%20IMMUNOSENESCENCE%20ON%20THE%20IMMUNE%20RESPONSES%20:%20A%20CHALLENGE%20ON%20INFLUENZA%20VACCINATION%20IN%20THE%20ELDERLY).

Nainu, F and Agustina, R., 2012, Oncogenic herpesviruses: Molecular mechanisms of cellular transformation, M. Farm. Farmakol., Vol. 16 No. 2 (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=29888&val=2174&title=ONCOGENIC%20HERPESVIRUSES:%20MOLECULAR%20MECHANISMS%20OF%20CELLULAR%20TRANSFORMATION).

Nainu, F., Ariel, E., and Burgess, G.W., 2012, Development of quantitative real time PCR assay for the detection of chelonid fibropapilloma-associated herpesvirus, Wallace-Darwin Science Symposium 2012, Makassar, Indonesia.

Nainu, F., et al., 2012, Development of high resolution melting assay for the detection of fluoroquinolone-resistant strains of Salmonella enterica serovar Typhi, 5th International Seminar of Indonesian Society for Microbiology, Manado, Indonesia.

Nainu, F., Shiratsuchi, A., Nagaosa, K., Nakanishi, Y., 2014, Inhibition of virus growth by apoptosis-dependent phagocytosis of virus-infected cells in Drosophila melanogaster1st Asian Invertebrate Immunology Symposium, Pusan National University, Busan, South Korea.

Nainu, F., Shiratsuchi, A., Nagaosa, K., Nakanishi, Y., 2014, Role for apoptosis-dependent phagocytosis in antiviral immunity of Drosophila, 11th Japanese Drosophila Research Conference, Kanazawa Kakegiza, Kanazawa, Japan (http://fsosato.w3.kanazawa-u.ac.jp/JDRC11/).

Nainu, F., Shiratsuchi, A., Nakanishi, Y., 2014, Involvement of apoptosis-dependent phagocytosis in protection of insect against viral infection, 87th Annual Meeting of Japanese Biochemical Society, Kyoto International Conference Center, Kyoto, Japan (http://www.aeplan.co.jp/jbs2014/e/index.html).

Nainu, F., Anwar, K., Absar, A., U., Faradiba, et al., (2015), Notes from Ishikawa, 1st Ed., Karya Nida Publishing, (http://nulisbuku.com/books/view_book/7077/notes-from-ishikawa-isbn).

Nainu, F., Tanaka, Y., Shiratsuchi, A., Nakanishi, Y., 2015, Antiviral role for phagocytic elimination of virus-infected cells in insects, 33th Japanese Biochemical Society Hokuriku Branch Meeting, Toyama University, Toyama, Japan.

Nainu, F., Tanaka, Y., Shiratsuchi, A., Nakanishi, Y., 2015, Targeted elimination of virus-infected cells by apoptosis-dependent phagocytosis in Drosophila melanogaster, Toll 2015, Palacio de Congresos de Mabella, Marbella, Spain (http://www.toll2015.org/docs/full-program-toll2015.pdf).

Nainu, F., Tanaka, Y., Shiratsuchi, A., Nakanishi, Y., 2015, Apoptosis-dependent phagocytosis of virus-infected cells in Drosophila: an evolutionarily conserved antiviral mechanism, BMB 2015, Kobe Port Island, Kobe, Japan (https://confit.atlas.jp/guide/event/ bmb2015/subject/3W16-p-3/detail).

Nainu, F., Tanaka, Y., Shiratsuchi, A., Nakanishi, Y., 2015, Protection of insects against viral infection by apoptosis-dependent phagocytosis, J. Immunol., Vol. 195 No. 12 (http://www.jimmunol.org/content/195/12/5696.short).

Muslimin, Lucia R.W., Nainu, F., and Himawan, R., 2015, Antibiotic Sensitivity Pattern of Staphylococcus aureus and Escherichia coli Isolated From Bovine Fresh Milk, J. Veteriner, Vol. 16 No. 4 (http://ojs.unud.ac.id/index.php/jvet/article/view/17332/11386).

 

 

Photo Credit:

Figure 1 (white-black). http://www.humenhealth.com/wp-content/uploads/2011/06/Human-herpesvirus-6-7.jpg

Figure 2 (color). http://www.sciencephoto.com/image/248768/530wm/M0501000-Herpes_virus-SPL.jpg

Baru-baru ini aku menyaksikan penampilan Raditya Dika di You Tube. Dalam aksinya yang orang sebut sebagai stand-up comedy, dia mengeluarkan beragam guyonan lucu mulai dari seputar iklan TV di Indonesia sampai pembantunya, Putri, yang kesurupan. Banyak yang tertawa dan aku rasa, banyak pula yang tak suka (utamanya pihak yang merasa dijelek-jelekkan). Ini lumrah adanya. Kadang hasil kreativitas sulit dipisahkan dari keadaan seperti ini.

Masih senada dengan itu, aku jadi teringat pada seorang kawan, seorang pandai yang sampai sekarang saya pun masih harus bertekuk lutut bila beradu argumentasi dengannya. 🙂

Potret Raditya seakan pinang dibelah dua bila disandingkan dengannya. Tidak sedikit masa dimana aku tertawa mendengar celotehannya atau mungkin takjub melihat kepandaiannya dalam mengeluarkan jawaban. Sebuah potensi yang jika dihandle  dengan cara yang baik, akan melahirkan sebuah manfaat.

Di mataku, Life Science Research (penelitian yang behubungan dengan kehidupan) pun seperti itu. Berpotensi untuk memakmurkan manusia tapi juga berbahaya dalam menjerumuskan pemikiran. Telah cukup banyak manfaat yang kita peroleh dari perkembangan ilmu pengetahuan. Pembuatan insulin in vitro melalui proses bioteknologi menggunakan mikroorganisme dan deteksi penyakit secara dini melalui gene scanning analysis adalah dua dari sekian banyak contoh yang bisa aku utarakan. Sayangnya, tidak sedikit peneliti yang mendalami ilmu tersebut, terkesima oleh godaannya. Beberapa di antara mereka terkenal sebagai orang yang tidak mempercayai Tuhan. Sebut saja Richard Dawkins, seorang pelopor teori evolusi modern, dan Stephen Hawking, seorang fisikawan yang belum lama ini meluncurkan bukunya yang berjudul The Grand Design.

Bila dilihat sekilas, mungkin memang ada hubungan unik antara Life Science Research dan kecenderungan untuk tidak mempercayai keberadaan Tuhan. Hal menarik yang tidak pernah aku bayangkan bisa terjadi pada seseorang sekaliber Richard Dawkins, Stephen Hawkings, atau bahkan Albert Einstein. Jika dibandingkan dengan mereka, ilmuku mungkin ibarat sebutir pasir di padang gurun ilmu yang mereka miliki. Tapi bukankah luasnya padang gurun itu terbatas? Di dunia ini saja, luasnya padang gurun tidak cukup  untuk menutupi besarnya lautan. Seperti itu jualah yang aku yakini tentang Life Science Research. Pertanyaan akan selalu ada. Hipotesis akan selalu dihasilkan. Tapi, sejauh mana kebenaran dapat ditemukan, tak dapat ditentukan. Ilmu kita akan selalu terbatas pada dimensi kecil dimana kita tinggal, mengembangkan wawasan, dan kemudian menjadi tua untuk selanjutnya meninggalkan dunia fana. Mungkin jika argumen ini dilihat sepintas lalu, orang akan berpikir bahwa Tuhan tidak adil. Bagaimana mungkin kita dituntut untuk mengagungkan keberadaan-Nya tapi ilmu kita akan selalu terbatas? Setiap pihak akan punya argumen masing-masing untuk hal yang satu ini. Namun dalam keterbatasan yang aku miliki, aku percaya bahwa Tuhan bukannya tidak adil kepada manusia. Aku rasa itu justru sebagai bukti kasih sayang-Nya terhadap ciptaan-Nya. Otak manusia, seberapapun besar kapasitasnya, terlalu rapuh untuk menampung semua informasi yang ada. Mungkin inilah ujian bagi manusia, sejauh mana bisa mempertahankan keyakinannya bila dihadapkan pada sebuah persimpangan yang menggelitik curiosity (rasa ingin tahunya).  Aku hanya percaya bahwa tidak akan ada pertanyaan yang berujung pada sebuah akhir dan penemuan manusia, semutakhir apapun itu, akan selalu berada dalam kedudukan yang kita sebut “kebenaran sementara”.

Dalam tulisan ini, aku tidak berbicara mengenai ada tidaknya potensi saya menjadi seorang komedian (yang mungkin jawabannya adalah tidak ada!) sekaligus sebagai seorang peneliti. Tidak juga tentang hubungan antara Life Science Research dengan probabilitas menjadi seorang atheis. That is beyond the scope of this note. 

Ini hanyalah sebuah curahan hati yang dipoles dalam untaian kata-kata. 🙂